Dengan bacaan basmalah saya buka postingan kali ini
tentang Proses Proklamasi Kemerdekaan.
Keinginan Amerika untuk
segera menghancurkan kekuatan Jepang dilakukan dengan mengirimkan pesawat
pembawa bom atom. Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledakkan di
kota Hirosihma, sementara pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom diledakan di kota
Nagasaki. Kehancuran Kota Hiroshima dan Nagasaki memukul perasaan bangsa
Jepang. Mereka tidak dapat menutup mata, bahwa Sekutu lebih unggul dalam
persenjataan. Apabila perang dilanjutkan, Jepang akan lebih hancur. Akhirnya
Jepang memutuskan untuk mengakhiri perang dunia dengan melakukan penyerahan
kepada Sekutu tanpa syarat.
Pada tanggal 7 Agustus
1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tugasnya melanjutkan
pekerjaan BPUPKI yang diketuai oleh Ir. Sukarno dengan wakil Drs. Moh. Hatta.
Peristiwa
Rengasdenglok
Pada 15 Agustus 1945,
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Golongan kaum muda berpikir, bahwa
menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan.
Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat. Para pemuda mendesak para
tokoh senior untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir
yang merupakan tokoh pemuda mendesak agar Sukarno dan Moh. Hatta segera
memerdekakan Indonesia. Namun, ternyata Sukarno dan Moh. Hatta belum bersedia,
mereka akan mengonfirmasi terlebih dulu mengenai kebenaran berita menyerahnya
Jepang kepada Sekutu.
Kedua tokoh tersebut berpendapat
bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu dibicarakan dengan PPKI
agar tidak menyimpang dari ketentuan. Akan tetapi, para pemuda berpendapat
bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa
sendiri, bukan oleh PPKI.
Hari Rabu tanggal 15
Agustus 1945 sekitar pukul 22.00 WIB, para pemuda datang ke rumah Soekarno,
mereka memaksa Sukarno untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Para
pemuda gagal memaksa Sukarno dan golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan. Lalu pada malam itu pukul 22.00 golongan muda mengadakan
pertemuan. Mereka sepakat untuk membawa Sukarno dan Moh. Hatta ke luar kota.
Tujuannya, agar kedua tokoh ini jauh dari pengaruh Jepang dan bersedia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Golongan muda
diantaranya Singgih, Sukarni, Wikana, dr. Muwardi, dan penembak mahir Sampun
menuju ke rumah Moh.Hatta. Moh.Hatta menuruti kehendak golongan muda. Rombongan
kemudian menuju ke rumah Sukarno. Tiba di rumah Sukarno, Singgih meminta agar
Sukarno ikut pergi ke luar kota saat itu juga. Sukarno setuju, asal Fatmawati,
Guntur (waktu itu berusia sekitar delapan bulan) dan Moh. Hatta ikut serta.
Tanggal 16 Agustus sekitar pukul 04.00 pagi rombongan Sukarno, Moh. Hatta, dan
para pemuda menuju Rengasdengklok. Soekarno didesak untuk memproklamasikan
kemerdekaan. Setelah mempertimbangkan banyak hal Soekarno akhirnya bersedia
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Jakarta berada dalam
keadaan tegang karena tanggal 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan pertemuan
PPKI, tetapi Sukarno dan Moh. Hatta tidak ada di tempat. Ahmad Subarjo segera
mencari kedua tokoh tersebut, ia ditunjukkan dan diantarkan ke Rengasdengklok
oleh Yusuf Kunto. Sesampainya Ahmad Subarjo di Rengasdenglok bertemu dengan
golongan muda yang curiga akan kedatangannya. Ahmad Subarjo memberikan jaminan,
bahwa besok tanggal 17 Agustus selambat-lambatnya pukul 12.00 akan diadakan
Proklamasi Kemerdekaan, taruhannya nyawa Ahmad Subarjo.
Penyusunan
Naskah Proklamasi
Rombongan Soekarno
kemudian menuju kediaman Nishimura di Jakarta. Kepada Nishimura, Sukarno
menyampaikan rencana rapat persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Nishimura menolak memberi bantuan dengan alasan sudah mendapat perintah dari
pihak Serikat untuk tidak mengubah status dan keadaan di Indonesia. Rombongan
Sukarno segera kembali ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1.
Para tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks
proklamasi. Di rumah Maeda, hadir para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para
pemimpin pergerakan, dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta.
Mereka berjumlah 40 - 50 orang. Rumah Laksamana Maeda itu dianggap aman dari
kemungkinan gangguan yang sewenang-wenang dari anggota-anggota Rikugun
(Angkatan Darat Jepang/Kampeitai) yang hendak menggagalkan usaha bangsa
Indonesia untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaannya.
Di ruang makan Maeda,
dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika peristiwa itu
berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan
Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Sukarno, Hatta,
dan Ahmad Subarjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sukarno pertama kali menuliskan kata pernyataan “Proklamasi”. Sukarno kemudian
bertanya kepada Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo.“Bagaimana bunyi rancangan pada
draf pembukaan UUD? Kedua orang yang ditanya pun tidak ingat persis. Ahmad
Subarjo kemudian menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara
saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya”. Sukarno menuliskan,
“Jakarta, 17-8- ’05 Wakil-wakil bangsa Indonesia”, sebagai penutup.
Pukul 04.00 WIB dini
hari, Sukarno minta persetujuan dan minta tanda tangan kepada semua yang hadir
sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda menolak dengan alasan
sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang. Sukarni mengusulkan
agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh, yakni Sukarno dan
Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima. Dengan beberapa
perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian diserahkan kepada
Sayuti Melik untuk diketik.
Demikian pertemuan dini
hari itu menghasilkan naskah Proklamasi.
Pembacaan
Teks Proklamasi
Sukarni mengusulkan
agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi
berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi.
Tetapi Sukarno tidak setuju, karena tempat itu adalah tempat umum yang dapat
memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Beliau sendiri
mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur
No.56. Pada pukul 5 pagi tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin dan pemuda
keluar dari rumah Laksamana Maeda dengan diliputi kebanggaan. Mereka telah
sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Sukarno di Jl. Pegangsaan
Timur No. 56 pada pukul 10 pagi.
Pada hari itu barisan
pemuda berbondong-bondong menuju Lapangan Ikada. Para pemuda datang ke tempat
itu, karena informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut bahwa Proklamasi
akan diselenggarakan di Lapangan Ikada. Rupanya Jepang telah mencium kegiatan
para pemuda malam itu, sehingga mereka berusaha untuk menghalang-halanginya.
Lapangan Ikada telah dijaga oleh Pasukan Jepang yang bersenjata lengkap.
Ternyata Proklamasi tidak diselenggarakan di Lapangan Ikada, melainkan di
Pegangsaan Timur No. 56.
Sejak pagi hari, sudah
banyak orang berdatangan di rumah Sukarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56.
Tokoh-tokoh yang sudah hadir, antara lain Mr. A. A. Maramis, dr. Buntaran
Martoatmojo, Mr. Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso, Otto Iskandardinata, Ki
Hajar Dewantoro, Sam Ratulangie, Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M.
Tabrani, dr. Muwardi, Ny. SK. Trimurti, dan AG. Pringgodigdo. Diperkirakan yang
hadir pada pagi itu seluruhnya ada 1.000 orang.
Acara yang direncanakan
pada upacara bersejarah itu adalah; pertama pembacaan teks proklamasi; kedua,
pengibaran bendera Merah Putih; dan ketiga, sambutan walikota Suwiryo dan dr.
Muwardi dari keamanan. Hari Jumat Legi, tepat pukul 10.00 WIB, Sukarno dan Moh.
Hatta keluar ke serambi depan, diikuti oleh Ibu Fatmawati. Sukarno dan Moh.
Hatta maju beberapa langkah. Sukarno mendekati mikrofon untuk membacakan teks
proklamasi. Acara berikutnya adalah pengibaran bendera Merah Putih yang
dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Bersamaan dengan naiknya
bendera Merah Putih, para hadirin secara spontan menyanyikan lagu Indonesia
Raya tanpa ada yang memimpin. Setelah itu, Suwiryo memberikan sambutan dan
kemudian disusul sambutan dr. Muwardi. Sekitar pukul 11.00 WIB, upacara telah
selesai. Kemudian dr. Muwardi menunjuk beberapa anggota Barisan Pelopor untuk
menjaga keselamatan Sukarno dan Moh. Hatta.
Kebahagiaan
Rakyat atas Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 22
Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Proklamasi
kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi Jepang menentang upaya
penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para penyiar meralat berita
proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan. Tampaknya para penyiar tetap tidak mau
memenuhi seruan pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Agustus 1945
pemancarnya disegel dan para pegawainya dilarang masuk. Mereka kemudian membuat
pemancar baru di Menteng 31. Di samping melalui siaran radio, para wartawan
juga menyebarluaskan berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat
kabar, selebaran, dan penerbit-penerbit lain.
Tanggal 3 September
1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk bengkel di Manggarai.
Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Tanggal 11
September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai oleh Republik. Oleh
karena itu, tanggal 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia
(RRI). Para pemuda memprakarsai diadakannya rapat raksasa di Lapangan Ikada
(sekarang Monas). Rapat yang digagas oleh para pemuda dan mahasiswa yang
tergabung dalam “Kesatuan van Aksi”, untuk melakukan rapat raksasa di lapangan
Ikada, yang semula digagas tanggal 17 September 1945, mundur menjadi 19
September 1945. Presiden Sukarno sudah dihubungi dan bersedia akan menyampaikan
pidato di dalam rapat raksasa pada tanggal 19 September 1945. Sejak pagi,
rakyat Jakarta sudah mulai berdatangan dan memenuhi Lapangan Ikada. Rapat itu
untuk memperingati sebulan kemerdekaan Indonesia.
Melihat tekad rakyat
yang menggelora dan tidak dapat dihalangi meskipun oleh tentara Jepang
sekalipun, pemerintah terdorong untuk mengadakan sidang kabinet. Setelah itu,
diputuskan Presiden Sukarno dan Moh. Hatta dan para menteri untuk datang ke
Lapangan Ikada. Pada kesempatan itu Sukarno menyampaikan pidatonya yang
disambut dengan gegap gempita oleh rakyat. Rapat itu berlangsung tertib dan
damai.
Demikian sedikit
artikel dari Proses Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar