Minggu, 04 Februari 2018

Proses Proklamasi Kemerdekaan

Dengan bacaan basmalah saya buka postingan kali ini tentang Proses Proklamasi Kemerdekaan.
Keinginan Amerika untuk segera menghancurkan kekuatan Jepang dilakukan dengan mengirimkan pesawat pembawa bom atom. Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledakkan di kota Hirosihma, sementara pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom diledakan di kota Nagasaki. Kehancuran Kota Hiroshima dan Nagasaki memukul perasaan bangsa Jepang. Mereka tidak dapat menutup mata, bahwa Sekutu lebih unggul dalam persenjataan. Apabila perang dilanjutkan, Jepang akan lebih hancur. Akhirnya Jepang memutuskan untuk mengakhiri perang dunia dengan melakukan penyerahan kepada Sekutu tanpa syarat.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tugasnya melanjutkan pekerjaan BPUPKI yang diketuai oleh Ir. Sukarno dengan wakil Drs. Moh. Hatta.
Peristiwa Rengasdenglok
Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Golongan kaum muda berpikir, bahwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan. Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat. Para pemuda mendesak para tokoh senior untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir yang merupakan tokoh pemuda mendesak agar Sukarno dan Moh. Hatta segera memerdekakan Indonesia. Namun, ternyata Sukarno dan Moh. Hatta belum bersedia, mereka akan mengonfirmasi terlebih dulu mengenai kebenaran berita menyerahnya Jepang kepada Sekutu.

Kedua tokoh tersebut berpendapat bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan. Akan tetapi, para pemuda berpendapat bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI.
Hari Rabu tanggal 15 Agustus 1945 sekitar pukul 22.00 WIB, para pemuda datang ke rumah Soekarno, mereka memaksa Sukarno untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda gagal memaksa Sukarno dan golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Lalu pada malam itu pukul 22.00 golongan muda mengadakan pertemuan. Mereka sepakat untuk membawa Sukarno dan Moh. Hatta ke luar kota. Tujuannya, agar kedua tokoh ini jauh dari pengaruh Jepang dan bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Golongan muda diantaranya Singgih, Sukarni, Wikana, dr. Muwardi, dan penembak mahir Sampun menuju ke rumah Moh.Hatta. Moh.Hatta menuruti kehendak golongan muda. Rombongan kemudian menuju ke rumah Sukarno. Tiba di rumah Sukarno, Singgih meminta agar Sukarno ikut pergi ke luar kota saat itu juga. Sukarno setuju, asal Fatmawati, Guntur (waktu itu berusia sekitar delapan bulan) dan Moh. Hatta ikut serta. Tanggal 16 Agustus sekitar pukul 04.00 pagi rombongan Sukarno, Moh. Hatta, dan para pemuda menuju Rengasdengklok. Soekarno didesak untuk memproklamasikan kemerdekaan. Setelah mempertimbangkan banyak hal Soekarno akhirnya bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Jakarta berada dalam keadaan tegang karena tanggal 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan pertemuan PPKI, tetapi Sukarno dan Moh. Hatta tidak ada di tempat. Ahmad Subarjo segera mencari kedua tokoh tersebut, ia ditunjukkan dan diantarkan ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto. Sesampainya Ahmad Subarjo di Rengasdenglok bertemu dengan golongan muda yang curiga akan kedatangannya. Ahmad Subarjo memberikan jaminan, bahwa besok tanggal 17 Agustus selambat-lambatnya pukul 12.00 akan diadakan Proklamasi Kemerdekaan, taruhannya nyawa Ahmad Subarjo.



Penyusunan Naskah Proklamasi
Rombongan Soekarno kemudian menuju kediaman Nishimura di Jakarta. Kepada Nishimura, Sukarno menyampaikan rencana rapat persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia. Nishimura menolak memberi bantuan dengan alasan sudah mendapat perintah dari pihak Serikat untuk tidak mengubah status dan keadaan di Indonesia. Rombongan Sukarno segera kembali ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Para tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Di rumah Maeda, hadir para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan, dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Mereka berjumlah 40 - 50 orang. Rumah Laksamana Maeda itu dianggap aman dari kemungkinan gangguan yang sewenang-wenang dari anggota-anggota Rikugun (Angkatan Darat Jepang/Kampeitai) yang hendak menggagalkan usaha bangsa Indonesia untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaannya.
Di ruang makan Maeda, dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika peristiwa itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subarjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sukarno pertama kali menuliskan kata pernyataan “Proklamasi”. Sukarno kemudian bertanya kepada Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo.“Bagaimana bunyi rancangan pada draf pembukaan UUD? Kedua orang yang ditanya pun tidak ingat persis. Ahmad Subarjo kemudian menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya”. Sukarno menuliskan, “Jakarta, 17-8- ’05 Wakil-wakil bangsa Indonesia”, sebagai penutup.

Pukul 04.00 WIB dini hari, Sukarno minta persetujuan dan minta tanda tangan kepada semua yang hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda menolak dengan alasan sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang. Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh, yakni Sukarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima. Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.

Demikian pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi.
Pembacaan Teks Proklamasi
Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Tetapi Sukarno tidak setuju, karena tempat itu adalah tempat umum yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Beliau sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Pada pukul 5 pagi tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin dan pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda dengan diliputi kebanggaan. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Sukarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 pada pukul 10 pagi.
Pada hari itu barisan pemuda berbondong-bondong menuju Lapangan Ikada. Para pemuda datang ke tempat itu, karena informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut bahwa Proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada. Rupanya Jepang telah mencium kegiatan para pemuda malam itu, sehingga mereka berusaha untuk menghalang-halanginya. Lapangan Ikada telah dijaga oleh Pasukan Jepang yang bersenjata lengkap. Ternyata Proklamasi tidak diselenggarakan di Lapangan Ikada, melainkan di Pegangsaan Timur No. 56.
Sejak pagi hari, sudah banyak orang berdatangan di rumah Sukarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Tokoh-tokoh yang sudah hadir, antara lain Mr. A. A. Maramis, dr. Buntaran Martoatmojo, Mr. Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantoro, Sam Ratulangie, Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M. Tabrani, dr. Muwardi, Ny. SK. Trimurti, dan AG. Pringgodigdo. Diperkirakan yang hadir pada pagi itu seluruhnya ada 1.000 orang.

Acara yang direncanakan pada upacara bersejarah itu adalah; pertama pembacaan teks proklamasi; kedua, pengibaran bendera Merah Putih; dan ketiga, sambutan walikota Suwiryo dan dr. Muwardi dari keamanan. Hari Jumat Legi, tepat pukul 10.00 WIB, Sukarno dan Moh. Hatta keluar ke serambi depan, diikuti oleh Ibu Fatmawati. Sukarno dan Moh. Hatta maju beberapa langkah. Sukarno mendekati mikrofon untuk membacakan teks proklamasi. Acara berikutnya adalah pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Bersamaan dengan naiknya bendera Merah Putih, para hadirin secara spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa ada yang memimpin. Setelah itu, Suwiryo memberikan sambutan dan kemudian disusul sambutan dr. Muwardi. Sekitar pukul 11.00 WIB, upacara telah selesai. Kemudian dr. Muwardi menunjuk beberapa anggota Barisan Pelopor untuk menjaga keselamatan Sukarno dan Moh. Hatta.
Kebahagiaan Rakyat atas Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Proklamasi kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi Jepang menentang upaya penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para penyiar meralat berita proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan. Tampaknya para penyiar tetap tidak mau memenuhi seruan pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancarnya disegel dan para pegawainya dilarang masuk. Mereka kemudian membuat pemancar baru di Menteng 31. Di samping melalui siaran radio, para wartawan juga menyebarluaskan berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat kabar, selebaran, dan penerbit-penerbit lain.
Tanggal 3 September 1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk bengkel di Manggarai. Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Tanggal 11 September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai oleh Republik. Oleh karena itu, tanggal 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI). Para pemuda memprakarsai diadakannya rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Monas). Rapat yang digagas oleh para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam “Kesatuan van Aksi”, untuk melakukan rapat raksasa di lapangan Ikada, yang semula digagas tanggal 17 September 1945, mundur menjadi 19 September 1945. Presiden Sukarno sudah dihubungi dan bersedia akan menyampaikan pidato di dalam rapat raksasa pada tanggal 19 September 1945. Sejak pagi, rakyat Jakarta sudah mulai berdatangan dan memenuhi Lapangan Ikada. Rapat itu untuk memperingati sebulan kemerdekaan Indonesia.

Melihat tekad rakyat yang menggelora dan tidak dapat dihalangi meskipun oleh tentara Jepang sekalipun, pemerintah terdorong untuk mengadakan sidang kabinet. Setelah itu, diputuskan Presiden Sukarno dan Moh. Hatta dan para menteri untuk datang ke Lapangan Ikada. Pada kesempatan itu Sukarno menyampaikan pidatonya yang disambut dengan gegap gempita oleh rakyat. Rapat itu berlangsung tertib dan damai.

Demikian sedikit artikel dari Proses Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar